Cara Menerapkan Slow Living di Tengah Kesibukan Sehari-hari

Cara Menerapkan Slow Living di Tengah Kesibukan Sehari-hari

Pernah merasa hidup terlalu cepat? Pelajari cara menerapkan slow living secara realistis di tengah kerja, deadline, dan notifikasi tanpa harus pindah

Daftar isi
Baca Juga

Hidup sekarang ini rasanya seperti naik kereta cepat yang nggak pernah berhenti. Bangun pagi langsung buka HP, scroll notifikasi, buru-buru mandi, macet, meeting, makan sambil ngetik, pulang malam, tidur sambil mikirin besok. Kadang saya bertanya dalam hati, "Ini hidup buat apa sih sebenarnya?" Kalau kamu juga sering merasa begitu, mungkin saatnya mencoba pendekatan yang berbeda.

Cara Menerapkan Slow Living di Tengah Kesibukan Sehari-hari

Slow living bukan berarti berhenti bekerja atau jadi pemalas. Bukan juga harus tinggal di pedesaan, punya kebun organik, atau meditasi empat jam sehari. Slow living itu tentang memilih untuk menjalani hidup dengan lebih sadar, menikmati momen kecil, dan memberi ruang buat diri sendiri di tengah semua kesibukan. Intinya memilih kualitas daripada kuantitas.

Yang menarik, banyak orang berpikir slow living cuma buat yang sudah pensiun atau yang punya privilege waktu banyak. Padahal, justru orang-orang sibuk yang paling butuh ini. Karena kalau kita terus lari tanpa henti, suatu saat tubuh dan pikiran pasti minta istirahat yang biasanya ditandai dengan burnout, sakit, atau cuma merasa “kosong” meski semua target tercapai.

Jadi, artikel ini buat kamu yang masih harus kerja 9-to-5 (atau 9-to-9), yang punya anak, yang ngejar deadline, tapi tetap ingin hidup terasa lebih bermakna. Kita akan bahas cara menerapkan slow living secara realistis, tanpa drama berlebihan, dan pastinya bisa langsung dipraktikkan mulai besok pagi.

Memahami Dulu: Apa yang Menjadi Batasanmu?

Sebelum buru-buru mengubah segalanya, coba duduk sebentar dan tanya diri sendiri "Apa sih yang bikin saya capek banget akhir-akhir ini?" Bisa jadi bukan pekerjaannya, tapi cara kita menjalaninya. Seringkali kita menumpuk terlalu banyak "harus" dalam satu hari sampai lupa bahwa kita juga manusia, bukan robot.

Saya pernah punya fase di mana kalender penuh dari jam 6 pagi sampai 11 malam. Hasilnya? Produktif di luar, hancur di dalam. Setelah itu saya mulai bereksperimen dengan cara menghapus beberapa komitmen yang sebenarnya nggak terlalu penting, belajar bilang "maaf, saya nggak bisa minggu ini", dan ternyata dunia nggak runtuh. Dan saya, i'm fine!

Mulai dari situ. Tulis semua kegiatanmu dalam seminggu. Lalu beri tanda mana yang benar-benar penting, mana yang "sebenarnya bisa ditunda atau didelegasikan", dan mana yang cuma kebiasaan auto-pilot. Ini langkah pertama yang bikin kamu sadar betapa banyak waktu yang sebenarnya bisa "dikembalikan" ke diri sendiri.

Rutinitas Pagi yang Nggak Buru-buru

Bangun 30 menit lebih awal mungkin terdengar klise, tapi percayalah, ini mengubah segalanya. Bukan untuk nambah kerjaan, tapi justru untuk nggak langsung diserang notifikasi. Saya biasanya bangun, minum air putih, duduk di depan rumah sambil ngopi pelan-pelan, tanpa HP. Lima belas menit itu rasanya seperti curi waktu dari hari yang sibuk.

Kalau kamu tipe yang "nggak bisa bangun pagi", coba mulai dari 10 menit aja. Nggak perlu meditasi ribet, cukup tarik napas dalam, regang-regang badan, atau baca satu halaman buku. Yang penting pagi milikmu dulu, sebelum dunia mengambil alih.

Contoh rutinitas pagi sederhana yang saya gunakan selama ini:

  • Bangun → minum air hangat
  • Duduk 5-10 menit tanpa gadget
  • Tulis 3 hal yang disyukuri hari ini, lebih ditulis dalam diary
  • Olahraga ringan didepan rumah sambil lihat-lihat burung diatas pohon mangga
  • Baru mandi dan sarapan

Nggak ada yang mewah, tapi efeknya luar biasa buat mood seharian. List diatas semoga cocok buat kalian.

Makan dengan Penuh Kesadaran

Salah satu korban kesibukan paling parah adalah waktu makan. Makan sambil meeting, sambil ngetik, atau bahkan sambil nyetir. Padahal makan itu salah satu momen paling gampang buat praktik slow living.

Coba mulai makan siang tanpa layar. Matikan laptop, jauhkan HP, duduk di meja makan (bukan meja kerja). Kunyah pelan-pelan, rasakan tekstur dan rasanya. Awalnya mungkin terasa aneh, tapi lama-lama jadi candu. Tubuh juga jadi lebih kenyang dengan porsi lebih sedikit karena otak punya waktu mencerna.

Di rumah, saya mulai masak lagi meski sederhana. Tumis kangkung 10 menit, telur ceplok, nasi hangat. Rasanya jauh lebih memuaskan ketimbang beli yang mahal-mahal tapi dimakan buru-buru. Cobalah memasak sendiri menu kesukaan kalian, pasti seru!

Digital Detox Versi Ringan

Nggak perlu langsung hapus semua sosial media. Mulai dari hal kecil dulu mislakna matikan notifikasi non-esensial, buat aplikasi yang nggak darurat. Saya cuma biarkan WhatsApp keluarga dan email kerja yang penting. Sisanya? Cek manual kalau memang perlu.

Buat batas waktu. Misalnya setelah jam 9 malam, HP masuk laci. Awalnya gelisah, tapi setelah seminggu rasanya seperti dapat bonus waktu hidup. Malam jadi lebih tenang, tidur lebih nyenyak.

Kalau paginya baca pesan WA banyak bangaet, ya jangan merasa bersalah, kamu itu layak hidup dengan tenang, layak lebih sehat dan tanpa gangguan sampai tengah malam bahkan bisa sampai dini hari.

Egois? Enggak juga, jika selama ini kamu selalu menerima dan merespon pesan atau panggilan masuk, dan mengerti keadaan diluar jam kerja, saatnya kamu istirahat dan biarkan dunia yang memahamimu.

Begitu juga kalau selama ini kerja butuh internet seharian, coba gunakan teknik Pomodoro versi slow yaitu kerja fokus 50 menit, istirahat 10 menit jalan kaki atau lihat ke luar jendela. Dengan melakukan teknik ini, kamu bakalan lupa untuk scroll Instagram.

Belajar Menikmati Proses, Bukan Cuma Hasil

Banyak dari kita terbiasa ngejar deadline, target, KPI, sampai lupa menikmati perjalanannya. Padahal kebahagiaan sering ada di prosesnya.

Contoh nyata yaitu saya dulu nulis artikel selalu buru-buru pengen cepat selesai. Sekarang saya nikmati setiap kalimat, pilih kata yang pas, baca ulang dengan santai. Hasilnya? Kualitas lumayan naik, dan saya nggak lagi benci nulis meski deadline mepet harus update setiap hari. Nggak lah, akhir-akhir sudah 1 mingguan ini saya nggak nulis di blog ini.

Di pekerjaan apapun juga sama. Kalau kamu desainer, nikmati saat menggambar sketsa. Kalau kamu sales, nikmati obrolan sama klien (bukan cuma closing). Mindset ini bikin kerja terasa lebih ringan.

Hobi Kecil yang Bikin Bahagia

Slow living sangat butuh "playtime" dewasa. Bukan main game berjam-jam, tapi aktivitas yang bikin kamu lupa waktu karena menyenangkan, bukan karena kewajiban.

Beberapa yang pernah saya coba dan masih bertahan sampai sekarang:

  • Menulis
  • Tanam tanaman hias di pot kecil
  • Baca novel fisik (bukan e-book)
  • Jalan sore atau pagi-pagi tanpa tujuan sambil foto-foto pake HP, kalau pas libur kerja

Nggak perlu mahal atau nggak butuh waktu lama. 15-30 menit sehari cukup buat mengisi ulang energi. Buat refreshing ringan yang terkadang saya nemu ide buat nulis artikel tambahan di blog ini.

Belajar Bilang Tidak dan Menerima Batasan

Ini bagian tersulit tapi paling penting. Kita sering takut mengecewakan orang lain sampai lupa bahwa kita juga punya batas. Nah, seperti yang saya sampaikan diatas, awalnya memang begitu tapi lama-lama mereka juga ngerti kok.

Begitu juga dengan saya, setelah latihan beberapa bulan, saya jadi lebih mudah bilang: "Maaf, minggu ini jadwal saya sudah penuh" atau "Saya nggak bisa bantu kali ini, tapi semoga sukses ya." Awalnya takut dianggap sombong, ternyata orang justru lebih menghargai karena saya lebih hadir saat memang bisa membantu.

Memberi Ruang untuk Bosan

Kedengarannya aneh, tapi membiarkan diri bosan itu penting. Jangan langsung isi setiap kekosongan dengan hiburan atau kerjaan. Biarkan pikiran mengembara, melamun, atau cuma duduk ngeliatin langit. Bisa juga dibilang mager...

Bosan itu tempat lahirnya kreativitas dan kedamaian batin. Banyak ide terbaik saya muncul pas lagi nyuci piring atau nunggu kopi tanpa HP di tangan. Sama saat saya lagi jalan pagi atau sore, pasti nemu ide.

Nggak ada yang instan dalam menerapkan slow living. Ada hari di mana saya kembali buru-buru dan lupa semua prinsip ini. Tapi semakin sering saya kembali ke kebiasaan kecil tadi, semakin mudah hidup terasa ringan meski tetap sibuk.

Kamu nggak perlu mengubah segalanya sekaligus. Mulai dari satu dua hal yang paling kamu suka dari ide-ide di atas. Lama-lama, tanpa sadar kamu sudah menjalani hidup yang lebih lambat, lebih sadar, dan jauh lebih menyenangkan. Karena pada akhirnya, cara menerapkan slow living yang paling ampuh adalah yang sesuai dengan ritme hidupmu sendiri.